Sabtu, 28 November 2015

IBD | Sistem Mata Pencaharian

SUKU BATAK

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan yang sangat melimpah, salah satunya adalah kekayaan atas keberagaman suku. Suku-suku yang tersebar dari sabang sampai merauke bisa mencapai ratusan suku. Setiap suku memiliki ciri khas masing-masing yang terbagi ke dalam beberapa unsur kebudayaan secara universal antara lain adalah sistem kepercayaan (religi), sistem pengetahuan, mata pencaharian, peralatan dan perlengkapan hidup manusia, sistem kemasyarakatan, bahasa, dan kesenian.

Untuk menunjang kehidupan setiap masyarakat pasti memiliki mata pencaharian utama, sehingga terdapat kelompok suku bangsa atau komunitas wilayah tertentu memiliki mata pencaharian yang khas dibandingkan dengan wilayah lainnya sebagai identitas warganya. Sistem mata pencaharian hidup merupakan sumber kegiatan ekonomi masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk melangsungkan kehidupannya. Setiap manusia wajib memiliki sistem mata pencaharian demi kesejahteraan hidup di masyarakat serta untuk memiliki kelas atau kedudukan tinggi jika mata pencahariannya cenderung lebih baik. Di sini saya akan membahas mata pencaharian salah satu suku terbesar di Indonesia, yaitu suku batak.

Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap keluarga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan . Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

Berbeda dengan kehidupan di kampung, orang batak yang merantau di kota banyak yang bekerja dengan memegang jabatan strategis misalnya di bidang tarik suara, pemerintahan bahkan di bidang hukum. Di bidang hukum khususnya kepengacaraan ada istilah yang berbunyi : "jika anda mempunyai perkara hukum di pengadilan serahkan kepada orang Batak, mereka akan sanggup menggorengnya hingga tuntas.” Tak dapat dipungkiri, kehandalan orang Batak dalam dunia peradilan terlebih di bidang kepengacaraan di negeri ini, begitu dominan dan mendapat pengakuan lisan dari etnis manapun di nusantara ini. Setiap ada kasus hukum, mulai dari kasus biasa saja yang melibatkan orang "luar biasa" atau kasus mega-skandal yang melibatkan orang "biasa", pengacara dari etnik Batak akan muncul. Hampir tak ada kasus-kasus hukum di Indonesia yang tidak ditangani oleh pengacara dari negeri Sisingamangaraja ini.

Beberapa nama pengacara lainnya yang berasal dari etnik Batak sangat mudah diingat karena selalu mencantumkan nama marga di belakang nama awal mereka. Bagaimanapun juga, dunia advokat identik dengan orang Batak. Benar tidaknya ungkapan ini berpulang pada penilaian masing-masing, namun fakta menunjukkan hegemoni pengacara Batak di pengadilan nasional begitu kental sulit dibantah. Tak heran bila para pengacara Batak mendapat julukan Pendekar Pencak Kata.

Setelah orang Batak migrasi keluar tanah Batak, khususnya ke pulau Jawa maka terbuka peluang untuk berusaha. Menjadi sopir angkot, metromini, mikrolet, wirausahawan, tukang tambal ban, tukang las, tukang ojek dan pengusaha lapo(rumah makan batak) pun tidak menjadi masalah yang penting halal dan tidak merugikan orang lain. Karna menjadi seorang pengangguran adalah hal yang tabu bagi orang batak. Dan pekerjaan-pekerjaan kecil inilah yang akan menjadi modal bagi orang batak menambah pengetahuan dan kemampuan.

Alasan lain orang batak melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut karna orang batak memiliki prinsip yaitu pantang pulang sebelum sukses. Prinsip ini yang selalu dipegang dan akan terus dibagikan sampai keturunan-keturunan selanjutnya. Selain itu di dalam suku batak terdapat 3 ukuran, yaitu Hagabeon(Kesuksesan), Hasangapon(Kehormatan), dan Hamoraon(Kekayaan). Ukuran inilah yang mendasari banyak orang batak memilih merantau untuk menjadi pengaruh di dalam kehidupan sekitarnya juga untuk mencapai ketiga hal tersebut agar jika di kampung diremehkan atau dilecehkan, di kota mereka tidak boleh menerima hal yang sama. Orang batak terus berusaha untuk mendapatkan yang terbaik. Namun di dalam perantauannya orang batak tidak melupakan asalnya. Selalu ada kebanggaan tersendiri ketika membawa harum bangsa batak di setiap kesuksesan yang di dapat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar